Jakarta, Hanter - Deputi Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Apung Widadi mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mendapat serangan balik yang sangat kuat jika berani menetapkan tersangka terhadap Ketua Umum PDIP Megawati terkait kebijakannya mengeluarkan SKL BLBI.
Oleh karenanya, lanjut Apung, KPK harus hati - hati jika akan menetapkan tersangka baru selain mantan kepada BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung.
"Kalau memang sudah ada dua alat bukti kenapa tidak diproses. Tapi kalau belum secara politik harus hati-hati karena akan ada serangan balik yang kuat," kata Apung Widadi kepada Harian Terbit, Kamis (27/4/2017).
Apung menegaskan, walaupun KPK memiliki dua alat bukti untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka. Namun serangan balik dialamatkan kepada KPK sebagai reaksi karena tidak terima ketua umum partainya menjadi tersangka. Apalagi kebijakan yang dikeluarkan dilakukan demi penyelamatan ekonomi nasional. "Ya pasti kan ada reaksi dari partai," tegasnya.
Seperti diketahui saat menjadi Presiden, Megawati mengeluarkan Inpres 8/2002 menjadi landasan dikeluarkannya SKL BLBI ke sejumlah bank yang bermasalah. Apalagi dari kebijakan tersebut negara mengalami kerugian hingga bernilai Rp138,7 triliun. Bakal adanya tersangka baru mendapat dukungan dari berbagai pihak sehingga kasus BLBI bisa memberikan keadilan bagi saya semua rakyat Indonesia.
Peluang Megawati menjadi tersangka baru dalam kasus BLBI diakui Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan. Karena jika kebijakan Megawati menandatangani SKL BLBI ada sesuatu manfaat yang diambil dan yang diperoleh orang yang mengeluarkan kebijakan tersebut untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok atau orang lain.
"Kebijakan itu tidaklah menjadi Tindak Pidana Korupsi. Kebijakan itu menjadi Tindak Pidana Korupsi apabila di dalam proses berjalannya kebijakan tersebut ada sesuatu manfaat yang diambil dan yang diperoleh orang yang mengeluarkan kebijakan tersebut untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok atau orang lain. Jadi nanti kemungkinan, itu masih bisa saja," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di kantornya, Selasa (25/4/2017).
Meskipun peluang menyeret pembuat kebijakan dalam kasus yang ditangani masih terbuka, namun penyidikan KPK belum tertuju kesana. Termasuk, dugaan indikasi tindak pidana korupsi dalam penerbitan SP3 dari Kejaksaan Agung dengan landasan para debitur BLBI dianggap telah menyelesaikan utang meskipun hanya 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham.
Seperti diketahui SKL dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002 oleh Presiden ketika itu yakni Megawati Soekarnoputri. KPK telah menyelidiki penerbitan SKL BLBI kepada sejumlah pengusaha, yang diterpa krisis 1997-1998, sejak 2013 silam. Sedikitnya, ada 48 bank yang menerima bantuan Bank Indonesia, dengan total Rp144,53 triliun.
Diketahui, Kasus BLBI telah diusut KPK sejak era kepemimpinan Antasari Ashar dan Abraham Samad. Namun kasus itu tak kunjung tuntas. Wapres Jusuf Kalla dan mantan Wapres Boediono, pernah diperiksa sebagai saksi di kasus BLBI.Abraham Samad sempat memastikan Megawati akan diperiksa sebagai saksi. Namun itu tak terwujud, sampai Samad tersangkut masalah hukum. Samad pun sempat menyebut kasus SKL BLBI merupakan salah satu perkara yang punya resistensi besar.
Sebelumnya, Rachmawati Soekarnoputri sempat mendesak KPK untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi BLBI, termasuk pihak yang menerbitkan SKL. Dia menuturkan tak hanya obligor, namun juga penerbit surat keterangan lunas tersebut.
Kelima obligor yang mendapat Surat Keterangan Lunas dari pemerintah saat itu yakni, BCA (Salim Group), Bank Dagang Negara Indonesia (Sjamsul Nursalim), Bank Umum Nasional (Muhammad Bob Hasan), Bank Surya (Sudwikatmono), dan Bank Risjad Salim International (Ibrahim Risjad).
BACA SUMBER